Keterkaitan Piagam PBB Dengan Proklamasi
Piagam PBB adalah konstitusi PBB yang ditandatangani
di San Francisco pada 26 Juni 1945 oleh kelima
puluh anggota asli PBB. Piagam ini mulai berlaku pada 24 Oktober 1945setelah
diratifikasi oleh lima anggota pendirinya—Republik
Tiongkok, Perancis, Uni Soviet, Britania
Raya, Amerika Serikat—dan mayoritas penanda tangan
lainnya. Sebagai sebuah Piagam ia adalah sebuah perjanjian konstituen, dan
seluruh penanda tangan terikat dengan isinya. Selain itu, Piagam tersebut juga
secara eksplisit menyatakan bahwa Piagam PBB mempunyai kuasa melebihi seluruh
perjanjian lainnya. Ia diratifikasi oleh Amerika
Serikat pada 8 Agustus 1945, yang membuatnya
menjadi negara pertama yang bergabung dengan PBB.
Piagam
PBB adalah hukum dasar yang mengikat setiap anggotanya untuk turut menjaga
perdamaian dunia. Dalam piagam ini setiap anggota diwajibkan menjalin kerjasama
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya serta menjunjung tinggi hak
masing masing anggota dan melarang penguasaan atas bangsa lain. Hubungan kerja
sama ini dimaksudkan agar di antara masing masing anggota dapat membantu
menyelesaikan masalah internasional dengan lebih cepat dan efektif tanpa merugikan
salah satu pihak.
Proklamasi
kemrdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 menegaskan bahwa bangsa
Indonesia telah memenuhi syarat sebagai sebuah negara yang merdeka sesuai
dengan isi konvensi Montevideo yaitu ada wilayah, rakyat, dan pemerintah yang
berdaulat. Pernyataan kemerdekaan ini juga diilhami dari semangat piagam
Atlantik yang dicetuskan oleh Franklin Delano Roossevelt. Indonesia resmi
menjadi anggota PBB ke 60 pada tanggal 28 September 1950. Sesuai dengan isi
piagam PBB sebagai negara yang telah merdeka Indonesia juga berhak mendapat
perlindungan dari sesama Anggota PBB, pun demikian Indonesia juga wajib dalam
menjaga perdamaian dunia sesuai dengan tujuan pokok PBB. Tanggungjawab
Indonesia tersebut tertuang dalam pembukaan UUD yang di bawah ini.
"Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan."
"Dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur."
"Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya."
"Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ketuhanan
Yang Maha Esa,
kemanusiaan
yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia,
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan,
serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia."
A.
Pembentukan Alat – Alat Negara
1.
Pembentukan Komi Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan perkembangan parlemen
Pada tanggal 22 Agustus 1945, PPKI kembali mengadakan
persidangan. Persidangan tersebut membicarakan rencana pembentukan Komite
Nasional, Partai Nasional Indonesia, dan Badan Keamanan Rakyat. Komite Nasional
dibentuk di seluruh Indonesia dan berpusat di Jakarta.
Komite Nasional dimaksudkan sebagai penjelmaan tujuan
dan cita-cita bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia
yang berdasarkan kedaulatan rakyat. KNIP diresmikan dan anggotanya dilantik
pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian (Gedung Komedi), Pasar Baru,
Jakarta. Dalam persidangan pertamanya, KNIP berhasil menyusun staf pimpinan
sebagai berikut:
a.
Ketua Mr. Kasman Singodimejo
b.
Wakil Ketua I Sutarjo Kartohadikusumo
c.
Wakil Ketua II J. Latuharhary
d.
Wakil Ketua III Adam Malik
Komite
Nasional dibentuk dari tingkat pusat sampai daerah. Komite Nasional yang ada di
daerah disebut Komite Nasional Daerah. Sejak itu, KNIP berfungsi sebagai
pembantu presiden. Dengan demikian, Negara Republik Indonesia mulai berjalan
berdasarkan UUD 1945 karena presiden dalam menjalankan tugasnya sebagai
pemimpin pemerintahan negara tertinggi telah dibantu oleh Komite Nasional
Indonesia. Inilah perwujudan Aturan Peralihan Pasal IV UUD 1945.
Sementara itu, masalah Partai Nasional Indonesia ditunda
pembentukannya dengan maklumat tanggal 31 Agustus 1945. Penundaan disebabkan
segala kegiatan pemerintah dicurahkan ke dalam Komite Nasional. Sejak saat itu
gagasan satu partai ini tidak pernah dihidupkan lagi. Partai Nasional Indonesia
pada waktu itu diharapkan menjadi satu-satunya partai politik di Indonesia tidak
terealisir karena tidak mencerminkan pemerintahan yang Demokrasi
Dalam perkembangannya, kelompok pemuda yang dipimpin
oleh Syahrir merasa tidak puas terhadap sistem kabinet presidensial sehingga
berusaha memengaruhi para anggota KNIP lainnya untuk mengajukan petisi kepada
Sukarno-Hatta. Isi petisi itu berupa tuntutan pemberian status Majelis
Permusyawaratan Rakyat kepada KNIP. Dengan adanya petisi itu, KNIP mengadakan
rapat pleno pada tanggal 16 Oktober 1945.
Atas desakan sidang KNIP tersebut, Drs. Mohammad Hatta
mengeluarkan Maklumat Nomor X Tahun 1945 yang menetapkan bahwa Komite Nasional
Pusat sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif. Selain itu,
KNIP ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, serta menyetujui bahwa
pekerjaan KNIP sehari-hari sehubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh
sebuah badan pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab kepada
Komite Nasional Indonesia Pusat.
Badan Pekerja KNIP akhirnya dibentuk dan diketuai oleh
Sutan Syahrir dan wakilnya Amir Syarifuddin. Dalam pemikiran saat itu, KNIP
diartikan sebagai pengganti MPR. Sementara itu, Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP)
disamakan dengan DPR. Badan Pekerja KNIP dalam kegiatannya mengusulkan kepada
pemerintah untuk segera membentuk partai-partai politik. Usul itu dituangkan
dalam pengumuman BP-KNIP Nomor III Tanggal 30 Oktober 1945 yang ditandatangani
oleh Ketua BP-KNIP, Sutan Syahrir. Usul BP-KNIP dikeluarkan dengan pertimbangan
sebagai berikut:
·
Roda pemerintahan telah berputar sehingga BP-KNIP
merasa telah tiba saatnya untuk mengusahakan pergerakan rakyat.
·
Dalam rangka asas demokrasi, BP-KNIP tidak sependapat
dengan PPKI tentang penetapan PNI sebagai partai tunggal di Indonesia.
Karena usulan BP-KNIP tentang dibentuknya partai-partai politik, pemerintah
kemudian mengeluarkan Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945 yang
ditandatangani oleh Wakil Presiden RI. Isi Maklumat Pemerintah Tanggal 3
November 1945 intinya sebagai berikut:
·
Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik
karena dengan adanya partai-partai politik itu, segala aliran yang ada dalam
masyarakat dapat dipimpin ke jalan yang teratur.
·
Pemerintah berharap supaya partai-partai politik itu
telah tersusun sebelum dilang-sungkan pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat
pada bulan Januari 1945.
Sejak dikeluarkan Maklumat Pemerintah tersebut, banyak
partai politik yang berdiri di Indonesia, di antaranya sebagai berikut:
a.
Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), 7 November
1945;
b.
Partai Komunis Indonesia (PKI), 7 Desember 1945;
c.
Partai Buruh Indonesia (PBI) , 8 Novem-ber 1945;
d.
Partai Rakyat Jelata, 8 November 1945;
e.
Partai Kristen Indonesia (Parkindo), 10 November
1945;
f.
Partai Sosialis Indonesia (PSI), 10 No-vember
1945;
g.
Partai Rakyat Sosialis (PRS), 20 November 1945; Pada
tanggal 12 Desember 1945, PSI dan PRS bergabung dengan nama Partai
Sosialis.
h.
Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI), 8 Desember
1945;
i.
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai), 17
Desember 1945; Partai Nasional Indonesia (PNI) 29 Januari 1946.
PNI merupakan fungsi (gabungan) dari Partai Rakyat
Indonesia, Gerakan Rakyat Indonesia, dan Serikat Rakyat Indonesia. Dalam
perkembangan selanjutnya, keadaan politik menjadi tidak stabil. BP-KNIP telah
banyak dikuasai oleh kelompok Sutan Syahrir.
Pada tanggal 11 November 1945, BP-KNIP mengeluarkan
Pengumuman Nomor 5 tentang Peralihan Pertanggung-jawaban Menteri-Menteri dari
Presiden kepada BP-KNIP. Ini berarti sistem kabinet presidensial dalam UUD 1945
telah diamandemen begitu saja menjadi sistem kabinet parlementer.
Hal ini terbukti setelah BP-KNIP mencalonkan Sutan
Syahrir sebagai perdana menteri. Akhirnya, kabinet presidensial Sukarno-Hatta
jatuh dan digantikan oleh kabinet parlementer dengan Sutan Syahrir sebagai
perdana menteri pertama.
2.
Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Badan Keamanan Rakyat (atau biasa
disingkat BKR) adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan tugas
pemeliharaan keamanan bersama-sama dengan rakyat dan jawatan-jawatan
negara. BKR dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI dalam sidangnya pada tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 23 Agustus 1945.[2]
Pembentukan BKR merupakan perubahan dari hasil sidang
PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 yang sebelumnya merencanakan pembentukan tentara
kebangsaan. Perubahan tersebut akhirnya diputuskan pada tanggal 22 Agustus 1945
untuk tidak membentuk tentara kebangsaan. Keputusan ini dilandasi oleh berbagai
pertimbangan politik.
Para pemimpin pada waktu itu memilih untuk lebih
menempuh cara diplomasi untuk memperoleh pengakuan terhadap kemerdakaan yang
baru saja diproklamasikan. Tentara pendudukan Jepang yang masih bersenjata lengkap
dengan mental yang sedang jatuh karena kalah perang, menjadi salah satu
pertimbangan juga, untuk menghindari bentrokan apabila langsung dibentuk sebuah
tentara kebangsaan.
Anggota BKR saat itu adalah para pemuda Indonesia yang
sebelumnya telah mendapat pendidikan militer sebagai tentara Heiho, Pembela Tanah Air (PETA), KNIL dan lain sebagainya. BKR tingkat pusat yang
bermarkas di Jakarta dipimpin oleh Moefreni Moekmin. Melalui Maklumat
Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
dan setelah mengalami beberapa kali perubahan nama akhirnya menjadi Tentara
Nasional Indonesia.
a. Latar
belakang
Pada tanggal 19 Agustus 1945 dalam sidang PPKI, dua orang anggota PPKI yaitu Abikoesno Tjokrosoejoso dan Otto Iskandardinata mengusulkan
untuk dibentuk sebuah badan pembelaan negara. Namum usul tersebut ditolak
dengan alasan dapat memancing bentrokan dengan tentara pendudukan Jepang yang
masih bersenjata lengkap serta mengundang intervensi tentara sekutu yang akan
melucuti senjata tentara Jepang. Alasan tersebut didasari karena pada saat
itu Perang Pasifik baru saja usai setelah Jepangmenyerah kepada sekutu. Tentara
Jepang yang jumlahnya mencapai 344.000 di seluruh Indonesia mentalnya
sangat terpukul karena kalah perang. Dengan keadaan mental yang tidak stabil
mereka diberi tugas oleh tentara sekutu untuk menjaga keamanan di Indonesia,
sampai sekutu datang.
Pada tanggal 20 Agustus 1945 didirikan Badan Penolong
Keluarga Korban Perang (BPKKP) dan pada tanggal 22 Agustus 1945 dibentuk Badan
Keamanaan Rakyat (BKR) yang merupakan bagian dari BPKKP yang semula bernama
Badan Pembantu Prajurit dan kemudian menjadi Badan Pembantu Pembelaan (BPP).
BPP sudah ada dalam zaman Jepang dan bertugas memelihara kesejahteraan
anggota-anggota tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan Heiho. Sebelumnya pada tanggal 18
Agustus 1945 Jepang membubarkan PETA dan Heiho. Tugas untuk menampung bekas
anggota PETA dan Heiho ditangani oleh BPKKP.
b. Pembentukan
Presiden Soekarno pada tanggal 23 Agustus 1945
mengumumkan dibentuknya BKR. Presiden berpidato dengan mengajak para
sukarelawan pemuda, bekas PETA, Heiho, dan Kaigun untuk berkumpul pada tanggal
24 Agustus 1945 di daerahnya masing-masing.
Di Jakarta, para pemuda dan bekas PETA
berhasil merumuskan struktur BKR sesuai dengan struktur teritorial zaman
pendudukan Jepang. Para pemuda ini menamakan dirinya sebagai pengurus BKR
tingkat pusat yang terdiri dari Kaprawi, Sutaklasana, Latief Hendraningrat,
Arifin Abdurrachman, Machmud dan Zulkifli Lubis.
Sementara itu pembentukan BKR di luar Jakarta
dipelopori oleh Arudji Kartawinata (Jawa Barat), Drg Mustopo (Jawa Timur), dan Soedirman (Jawa Tengah). Disamping BKR unsur darat, juga
dibentuk BKR Laut yang dipelopori oleh bekas murid dan guru dari Sekolah
Pelayaran Tinggi dan para pelaut dari Jawatan Pelayaran yang terdiri dari Mas Pardi, Adam, RE Martadinata dan R
Suryadi. Khusus di Jawa Barat, Hidayat dan Kartakusumah sebagai
bekas perwira KNIL bergabung dan memimpin BKR Balai Besar Kereta Api Bandung
dan stasiun kereta api yang lain.
Karena keterbatasan sarana komunikasi saat itu, tidak
semua daerah di Indonesia mengetahui pembentukan BKR. Di Sumatera bagian timur
dan Aceh, tidak
pernah terbentuk BKR. Tetapi umumnya para pemuda-pemuda di daerah tersebut,
membentuk organisasi yang kelak menjadi inti pembentukan tentara. Di Aceh para
pemuda mendirikan Angkatan Pemuda Indonesia (API), dan para pemuda di Palembang membentuk Penjaga Keamanan
Rakyat (PKR) atau Badan Penjaga Keamanan Rakyat (BPKR).
Para pemuda yang tidak setuju pembentukan BKR,
membentuk badan-badan perjuangan sendiri. Di Bandung terdapat Persatuan Pemuda
Pelajar Indonesia (P3I), di Surabaya terdapat Angkatan Muda Indonesia (AMI), di
Padang terdapat Balai Penerangan Pemuda Indonesia (BPPI) dan di Kalimantan Selatan terdapat
Barisan Pemuda Republik Indonesia (BPRI).
c. Pembentukan
BKR darat
Pada tanggal 29 Agustus 1945 Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) terbentuk dan disahkan
oleh pemerintah. Kemudian KNIP mengesahkan berdirinya BKR Pusat yang ada di
Jakarta. BKR Jakarta dipimpin oleh Moefreni Moekmin dibantu oleh Priyatna,
Soeroto Koento, Daan Yahya, Daan Mogot, Sujono dan Latief Hendraningrat. Di Bogor BKR baru terbentuk pada bulan
Oktober 1945 yang dipelopori oleh bekas PETA salah satunya adalah Husein Sastranegara dan
Ibrahim Adjie.
Di Karesidenan Priangan BKR dibentuk pada tanggal 28
Agustus 1945 dan dipimpin oleh Arudji Kartawinata (bekas
Daidan PETA di Cimahi) dan Pardjaman (bekas Daidan PETA di Bandung). Pembentukan BKR di Karesidenan
Priangan lalu diikuti oleh pembentukan BKR Garut, Tasikmalaya, Ciamis,
Majalengka, dan Purwakarta. BKR Lembang dipimpin oleh Amir Machmud sedangkan
BKR Sumedang dipimpin
oleh Umar Wirahadikusumah.
Pembentukan BKR juga terjadi di daerah lain di
Indonesia. Di Jawa Tengah, BKR Purwokerto dipimpin oleh Soedirman, sementara di Surakarta BKR dipimpin oleh GPH Djatikusumo. Di Surabaya pada tanggal 24 Agustus 1945,
diadakan rapat untuk membentuk BKR yang dihadiri oleh dr.Moestopo, Jonosewojo,
Soengkono, dan Bung Tomo. Hasil rapat memutuskan untuk
memanggil para bekas anggota PETA, Heiho dan para pemuda lainnya
untuk masuk menjadi anggota BKR pada tanggal 10 September 1945.
d. Pembentukan
BKR laut
Pengumuman pembentukan BKR juga disambut antusias oleh
para pemuda yang bertugas di bidang kelautan, bekas Kaigun Heiho,
karyawan Jawa Unko Kaisha dan para siswa dan guru dari Sekolah
Pelayaran Tinggi. Mereka mengambil insiatif untuk menjaga ketertiban dan
keamanan di setiap pelabuhan.
Dengan dipelopori oleh Mas Pardi, para pemuda tersebut mengadakan
pertemuan-pertemuan. Hasil dari pertemuan-pertemuan tersebut pada tanggal 10
September 1945 terbentuk BKR Laut Pusat yang dipimpin oleh Mas Pardi dan
kemudian disahkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat.
Setelah mendapat pengesahan lalu dibentuk
pasukan-pasukan BKR Laut yang memulai aksi-aksi mengambil alih gedung Jawa
Unko Kaisha dan gedung-gedung yang terdapat di Pelabuhan Tanjung Priuk. BKR Laut Pusat juga mengeluarkan
berbagai instruksi kepada para pemuda pelaut di daerah untuk segera membentuk
BKR Laut di daerahnya masing-masing.
e. Pembentukan
BKR udara
Pembentukan BKR udara dipelopori oleh bekas anggota
penerbangan Belanda dan Jepang yang ada di daerah-daerah pangkalan udara dan
dibantu oleh para pemuda yang belum pernah bertugas di bidang penerbangan.
Umumnya bekas anggota penerbangan Belanda adalah bekas anggota Militaire Luchtvaart (ML), Marine-Luchtvaartdienst (MLD) dan Vrijwillig Vliegers
Corps (bahasa Indonesia: Korps Penerbang Sukarela).
Selain itu terdapat juga bekas anggota penerbangan Jepang Rikugun Koku
Butai, Kaigun Koku Butai, dan Nanpo Koku Kabusyiki.