3. Kerajaan
Makassar, Ternate, dan Tidore
1. Kerajaan Makassar
Kerajaan
Makassar terdiri dari dwi tunggal kerajaan yaitu Gowa dan Tallo yang kemudian
bergabung menjadi satu pada pertengahan abad ke-16. Mula-mula kerajaan Gowa
hanyalah sebuah kerajaan kecil. Kerajaan ini aslinya terdiri dari sembilan
daerah yaitu Tombalo, Laking, Saumata, Parang-parang, Data’, Agong Jene, Besir,
Railing, dan, Sero.
Proses Islamisasi, di daerah Gowa dapat diketahui
dari hikayat-hikayat Gowa-Tallo dan
Wajo. Pengembangan islam di Jawa berlangsung secara damai. Mubaligh-mubaligh
yang berjasa yang berjasa menanamkan islam di daerah ini adalah Khatib Tunggal,
Dato’ri Bandang, Dato’ Sulaimana, Dato’ Patimang, dan Dato’ ri Tiro. Pada 1603
kedua raja penguasa dwi tunggal kerajaan Gowa Tallo masuk islam. Raja Gowa,
Daeng Manrabia, secara resmi masuk islam dan mengambil gelar Sultan Alauddin.
Raja Tallo, Karaeng Matoaya setelah masuk islam mengambil gelar Sultan Adullah.
Kedua raja islam pertama di kerajaan Makassar ini memperoleh julukan Awalul
Islam. Kedua raja ini giat dalam memperluas pengaruh islam serta memperluas
wilayah kekuasaannya. Wilayah kekuasaan kerajaan Makassar meliputi sebagian besar
Sulawesi Selatan serta pulau-pulau di sekitarnya sampai ke Nusa Tenggara Timur.
Ekonomi, peranan Gowa
Tallo dalam perdagangan adalah sebagai bandar transito bagi perdagangan
rempah-rempah. Pelabuhan kerajaan Gowa Tallo disebut Sombaopu-Makassar yang
oleh orang-orang Makassar disebut Ujungpandang. Sultan Alauddin dan Abdullah
menentang monopoli perdagangan.
Politik, Sultan
Makassar secara terang-terangan menentang tindakan Belanda di Maluku. Sampai
wafatnya pada 1639 Sultan Alauddin adalah musuh bebuyutan bagi Belanda.
Perjuangannya dilanjutkan oleh putranya, Sultan Muhammad Said, yang tidak
segan-segan mengirimkan armadanya ke Maluku untuk membantu rakyat melawan
penjajah.
Pada masa pemerintahan Sultan
Hasanuddin (1654-1660), Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaannya. Ia
berhasil membangun Makassar menjadi kerajaan yang menguasai jalur perdagangan
di wilayah Indonesia Bagian Timur. Persaingan antara Goa-Tallo (Makassar)
dengan Bone yang berlangsung cukup lama diakhiri dengan keterlibatan Belanda
dalam Perang Makassar (1660-1669). Keberaniannya melawan Belanda membuat Sultan
Hasanuddin dijuluki “Ayam Jantan dari Timur oleh orang-orang Belanda sendiri.
Dalam perang ini Hasanuddin tidak berhasil mematahkan ambisi Belanda untuk
menguasai Makassar. Dengan terpaksa, Makassar harus menyetujui Perjanjian
Bongaya (1667) yang isinya sesuai dengan keinginan Belanda, yaitu:
1.
Belanda
memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makassar;
2.
Belanda
mendirikan benteng pertahanan di Makassar;
3.
Makassar
harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa daerah di luar Makassar;
4.
Aru
Palaka diakui sebagai Raja Bone.
Walaupun perjanjian sudah
ditandatangani, tetapi Sultan Hasanuddin tetap berjuang melawan Belanda.
Setelah Benteng Sombaopu jatuh ke tangan Belanda, Sultan Hasanuddin turun
takhta. Kekuasaannya diserahkan kepada putranya, Mappasomba. Belanda berharap
Mapasomba dapat bekerja sama, namun sebaliknya, ia meneruskan perjuangan
ayahnya.
Rakyat Makassar marah atas keputusan
Perjanjian Bongaya. Perlawanan rakyat Makassar kian berkobar dan berlangsung
hampir dua tahun. Banyak pejuang Makassar pergi ke daerah-daerah lain, seperti
Banten, Madura, dan sebagainya guna membantu daerah-daerah bersangkutan dalam
upaya mengusir VOC. Pejuang tersebut di antaranya Karaeng Galesung, Monte
Marano yang membantu perjuangan rakyat di Jawa Timur.
Sementara itu Aru Palaka semakin
leluasa untuk menguasai daerah Soppeng dengan pengawasan dan pantauan dari VOC.
Setelah perjuangan rakyat Makassar benar-benar padam, Makassar pun jatuh ke
tangan VOC secara keseluruhan. Sebutan Makasar sebagai pusat perdagangan bebas,
lenyap begitu saja.
Kehidupan Sosial-budaya, mengingat Makasar sebagai
kerajaan maritim dengan sumber kehidupan masyarakat pada aktivitas pelayaran
perdagangan maka sebagian besar kebudayaannya dipengaruhi oleh keadaan
tersebut. Hasil kebudayaan yang terkenal dari Makasar adalah perahu Pinisi dan
Lambo. Selain itu juga berkembang kebudayaan lain seperti seni bangun, seni
sastra, seni suara dan sebagainya. https://youtu.be/_MRMVGV40DE
2. Kerajaan Ternate
Kerajaan
Ternate merupakan kerajaan islam terbesar di Maluku yang berdiri sekitar abad
ke-13. Ibu kotanya semula bertempat di Sampalu. Kemajuan Ternate menimbulkan
iri hati kerajaan di sekitarnya.
Persekutuan 5 (=uli— lima) dipimpin oleh Ternate.
Persekutuan 9 (= uli— siwa) dipimpin oleh Tidore. Timbullah sengketa antara
Ternate dan Tidore, Bacan, dan Obi. Pada akhir abad ke-16 Ternate meluaskan
wilayahnya ke Maluku Tengah, pulau Seram, Buru, Manipa, Kelang, dan Boanou. Islam masuk ke Ternate sejak 1440. Ketika raja Zainal
Abidin memerintah di Ternate, ia belajar agama di Gresik.
Sistem dan struktur pemerintahan di Ternate
mempengaruhi pulau Hoamoal dan sekitarnya. Seorang wakil sultan dengan gelar
Kimelaha berkedudukan di Hoamoal yang disebut Gamsungi, artinya Kotabaru. Masing-masing daerah dikepalai oleh sangaji
(bupati), di bawahnya disebut kipati (kepala desa).
Ekonomi, kota-kota pelabuhan bermunculan terutama pada tempat
yang dikuasai sangaji. Perdagangan cengkeh merupakan aspek penting dalam
kehidupan masyarakat.
Ketika bangsa Portugis pertama kali datang ke Ternate pada 1512 yang menjadi raja adalah Sultan Bayang Ullah. Setelah ia wafat kekuasaan Ternate dipegang oleh permainsurinya yang bertindak sebagai wali putranya yang belum dewasa, Ayaie. Datangnya Portugis membawa juga agama baru yaitu Katolik yang disebarkan oleh Franciscus Xaverius. Katolik berkembang sampai ke timur Nusa Tenggara dan Sulawesi Utara. Timbul pertentangan antara pemeluk agama Katolik dengan pemeluk islam di Maluku yang mengakibatkan terbunuhnya Sultan Hairun. Di bawah pimpinan putra Sultan Hairun, Sultan Baabullah orang Ternate mengumumkan perang suci terhadap orang-orang Portugis. Orang-orang Tidore yang selama ini berselisih dengan Ternate bersatu melawan Portugis. Pada 1575 benteng Portugis di Ternate jatuh, maka tidak ada lagi Portugis di Maluku Utara. Sultan Baabullah memperluas wilayah Ternate sampai ke Mindano, Bima, Irian Barat, dan Makassar. Wilayah itu mencakup 72 buah pulau. Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah Ternate mencapai masa kejayaan
3. Kerajaan Tidore
Berbeda dengan Ternate yang masuk pada persekutuan ulilima, Tidore masuk
pada persekutuan ulisiwa. Kekuasaan Tidore meliputi sebagian Halmahera,
sebagian pulau Seram, kepulauan Raja Ampat, dan Irian. Berkat Syekh Mansur maka
Tidore berhasil diislamkan. Raja Tidore yang pertama masuk islam adalah Cirali
Lijitu yang kemudian mengambil gelar Sultan Jamaluddin. Setelah wafat ia
digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan al-Mansur. Sultan al-Mansur
menyambut baik kedatangan bangsa Spanyol di Tidore pada 1521. Bagi Sultan
al-Mansur bangsa Spanyol ini kiranya akan dapat dijadikan sekutu dalam
menghadapi saingannya, Ternate. Sedang Spanyol mendekati Tidore karena Spanyol
merasa dinomorduakan oleh Ternate dibandingkan dengan Portugis yang lebih
dahulu singgah di Ternate. Lagipula kehadiran Spanyol di Tidore diprotes oleh
Portugis karena dianggap telah melanggar perjanjian Tordessilas pada 1494.
Pertikaian Spanyol dan Portugis memperlemah kedudukan Ternate dan Tidore. Pertikaian selesai setelah pembaharuan perjanjian Tordesillas, kepulauan Maluku menjadi wilayah Portugis dan Filipina menjadi wilayah Spanyol. Tetapi tidak demikian halnya dengan pertikaian Ternate dan Tidore. Untuk lebih jelasnya simak vidio berikut
https://www.youtube.com/watch?v=RbYSZPjTqXc
Seni dan
Budaya Islam
- Seni bangunan
Seni bangunan agama islam telah berhasil memadukan seni bangunan
setempat yang tradisional dengan budaya islam, sehingga berhasil menghasilkan bentuk-bentuk
seni arsitektur islam Indonesia yang berbeda dengan negeri-negeri islam
lainnya. Contoh masjid Banten tumpeng lima (meru) seperti candi Jago. Bangunan
masjid digabung dengan makam.
- Seni ukir dan kaligrafi
Tradisi seni ukir telah berkembang sejak lama jauh sebelum masuknya pengaruh Hindu islam. Islam melarang pembuatan patung, melukiskan binatang, apalagi manusia. Di masjid Kantingan dekat Jepara terdapat relief gambar gajah yang disamarkan dengan pahatan daun dan bunga
Kaligrafi
Ukiran bentuk
daun digantikan dengan komposisi huruf Arab seperti kaligrafi di keratin
Kasepuhan dan Kanoman di Cirebon.
- Seni Sastra
Corak islam dalam sastra Indonesia madya mendapatkan pengaruh Persia
bahkan menjadi sumber utama misalnya cerita-cerita Amir Hamzah yaitu Bayan
Budiman dan Seribu Satu Malam. Babad Tanah Jawi, Suluk Sukarsa, dll.
4.
Keraton atau Istana
Keraton atau istana yang merupakan
tempat tinggal bagi raja dan keluarganya sebetulnya telah ada sejak jaman
pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha. Hanya saja, setelah Islam masuk,
arsitektur keraton menjadi lebih banyak dipengaruhi oleh gaya arsitektur Timur
Tengah. Beberapa keraton peninggalan sejarah Islam di Indonesia tersebut yang
hingga kini masih terawat misalnya Istana Kesultanan Ternate, Istana Kesultanan
Tidore, Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kesultanan Aceh, Istana
Sorusuan, Istana Raja Gowa Keraton Kasultanan, dan Keraton Pakualaman.
5. Tradisi
Beberapa tradisi yang hingga kini
masih digunakan sebagian masyarakat Islam seperti ziarah, sedekah, atau upacara
adat Jawa sekaten juga merupakan bukti peninggalan sejarah Islam di Indonesia
yang tak bisa dilupakan begitu saja. Tradisi-tradisi tersebut lahir karena
pengaruh Islam yang berakulturasi dengan kebudayaan lokal masyarakat saat itu.
Mari memahami
Berdasarkan adanya peninggalan-peninggalan kerajaan-kerajaan islam,
seperti masjid, kaligrafi, makam, gapura, seni sastra, dan kraton dapat
disimpulkan bahwa islam mempengaruhi sistem politik, sosial, ekonomi, dan
budaya Indonesia.
0 Post a Comment:
Posting Komentar