2. Revolusi Amerika
REVOLUSI MERIKA |
Sejak ditemukan, Benua Amerika menarik begitu banyak
bangsa di Eropa untuk membangun koloninya. Bangsa-bangsa yang pernah membangun
koloni di benua tersebut, antara lain, Spanyol, Prancis, dan Inggris.
Kolonisasi Inggris atas Amerika bagian utara diawali kedatangan John Cabot
(1497) beserta sejumlah penjelajah Inggris lainnya. Di benua baru tersebut,
John Cabot dan rekan-rekannya memperoleh hak mengelola beberapa bidang tanah
yang kemudian berkembang dan meluas menjadi koloni. Pada tahun 1763,
daerahdaerah di Amerika yang menjadi wilayah kekuasaan Inggris telah mencapai
tiga belas koloni yang memiliki pemerintahan sendiri.
Akan tetapi, untuk mempertahankan dan memperluas
koloninya, Inggris harus berhadapan dengan Prancis dan Spanyol. Peperangan yang
paling berat terjadi adalah ketika melawan Prancis. Peperangan yang memakan
waktu sangat lama itu membuat kerajaan Inggris sempat mengalami kebangkrutan.
Untuk mengatasi masalah keuangan, pemerintah Inggris lalu membuat
kebijakan-kebijakan yang mengeksploitasi negara-negara jajahan, termasuk
Amerika Utara. Berbagai kebijakan yang merugikan rakyat wilayah koloni di Amerika
menimbulkan pemberontakan yang dikenal dengan sebutan Revolusi Amerika.
1.
Latar
Belakang Revolusi Amerika
Semula negara induk Inggris memang bersikap lunak
terhadap tanah koloni. Pemerintah Inggris tampak memberikan kebebasan yang
relatif kepada daerah koloni. Akan tetapi, setelah mengalami kesulitan keuangan
akibat Perang Laut Tujuh Tahun melawan Prancis, Inggris mulai memperkuat
pengaruhnya terhadap daerah koloni. Dalam hal ini, pemerintah Inggris mulai
menerapkan berbagai macam undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan
negara induk, seperti undang-undang teh, undang-undang gula, undang-undang
kopi, dan sebagainya. Semuanya itu jelas merupakan usaha pemerintah Inggris
untuk memperkuat kekuasaannya di tanah koloni. Sebaliknya, daerah koloni yang
sudah matang merasakan tindakan yang negatif tersebut. Akibatnya timbullah
konflik antara kepentingan daerah koloni dan negara induk. Konflik ini akhinya
memuncak dalam sebuah revolusi. Adapun sebab-sebab timbulnya Revolusi Amerika
adalah sebagai berikut.
a.
Adanya Paham
Kebebasan dalam Politik
Koloni
Inggris di Amerika tidak didirikan oleh pemerintah Inggris, tetapi diciptakan
oleh pelarian-pelarian dari Inggris yang mendapat tekanan agama, sosial,
ekonomi, dan politik. Kaum koloni menyatakan bahwa mereka adalah manusia
merdeka yang membangun koloni di dunia baru. Paham kebebasan kaum koloni
bertentangan dengan paham pemerintahan Inggris yang menganggap bahwa daerah
koloni adalah jajahannya. Hal ini didasarkan pada Perjanjian Paris 1763.
b.
Adanya Paham
Kebebasan dalam Perdagangan
Kaum
koloni juga menganut paham kebebasan dalam perdagangan. hal itu bertentangan
dengan paham pemerintah Inggris yang merasa berkuasa atas koloni di Amerika.
Oleh karena itu, pemerintah Inggris memerintahkan agar hasil bumi dari daerah koloni
harus dijual kepada negara induk saja. Sebaliknya, penduduk koloni diwajibkan
pemerintah Inggris hanya membeli barang-barang hasil industri negara induk
saja. Kaum koloni menentang peraturan yang bersifat monopoli dan menghendaki
adanya kebebasan dagang.
c.
Adanya
Berbagai Macam Pajak
Berbagai
macam pajak diterapkan, berkaitan dengan adanya krisis keuangan Inggris akibat
Perang Laut Tujuh Tahun. Perang berakhir dengan kemenangan di pihak Inggris.
Dengan kemenangan tersebut, menimbulkan beban baru bagi pemerintah Inggris
terutama masalah keuangan. Pemerintah Inggris kemudian memberlakukan berbagai
macam pajak (pajak teh, pajak gula, pajak metera,i dan lain-lain) yang sangat
memberatkan warga koloni. Sebaliknya, warga koloni dengan tokohnya Samuel Adams
menentang kebijakan tersebut dengan semboyan no taxation without
representation, artinya tidak ada pajak tanpa adanya perwakilan.
2.
Peristiwa
The Boston Tea Party
Sebab khusus meletusnya Revolusi Amerika ialah adanya
peristiwa yang dikenal dengan nama The Boston Tea Party pada tahun
1773. Pada saat itu, pemerintah Inggris memasukkan teh ke Pelabuhan Boston,
Amerika. Pada malam harinya, muatan teh itu dibuang ke laut oleh orang-orang
Amerika yang menyamar sebagai orang Indian suku Mohawk. Hal inilah yang menimbulkan
kemarahan pemerintah Inggris (Raja George III) sehingga menuntut
pertanggungjawaban. Namun penduduk koloni tidak ada yang mau bertanggung jawab
sehingga menimbulkan pertempuran yang menandai terjadinya Revolusi Amerika.
3.
Proses
Terjadinya Revolusi Amerika
Dengan adanya peristiwa teh di Boston, George III
bertekad untuk menundukkan Massachusetts dengan kekuatan senjata. Rakyat koloni
tidak menghiraukan tuntutan dan ancaman Inggris, dua belas negara koloni
lainnya telah menyatakan setia kawan berdiri di belakangnya. Pada awal Desember
1774, ke tiga belas koloni mengadakan pertemuan di Philadelphia (yang kemudian
dikenal dengan Kongres Kontinental I) untuk menentukan langkah dalam menghadapi
Inggris. Peristiwa ini merupa-kan pertama kalinya bagi ketiga belas koloni di
Amerika untuk bersatu dan saling bekerja sama. Kongres Kontinental I
menghasilkan pernyataan yang pada dasarnya bahwa rakyat koloni di Amerika tetap
setia kepada Raja Inggris dan menuntut kebi-jaksanaan agar memulihkan hubungan
baik antara daerah koloni dan negara induk Inggris.Sementara itu, telah terjadi
pertempuran antara pasukan Inggris dan rakyat koloni. Pertempuran pertama
meletus di Lexington, kemudian menjalar ke Concord, dan Boston.
Inggris menolak tuntutan warga koloni. Adanya The Boston
Tea Party dan tuntutan tanah koloni dianggap sebagai tanda dimulainya suatu
pemberontakan. Pemerintah Inggris segera memperbesar jumlah pasukannya di
Amerika. Sejak saat itulah kaum koloni Amerika yakin bahwa jalan damai untuk
menuntut hakhaknya sebagai orang Inggris tidak mungkin dapat tercapai. Bahkan,
mereka terancam akan dimusnahkan segalanya sehingga mereka bertekad untuk
mempertahankan kebebasannya. Kaum koloni Amerika kemudian mengangkat Goeroge
Washington, seorang yang berjasa kepada Inggris dalam Perang Laut Tujuh Tahun
untuk menghadapi Inggris.
Pada mulanya perang ini hanya bersifat menentang
kekerasan pemerintah Inggris terhadap kaum koloni dan belum mempunyai tujuan
untuk mencapai kemerdekaan. Akan tetapi, tujuan perang menjadi jelas setelah
terbitnya buku Common Sense (1776) karya Thomas Paine. Tulisan ini berisikan
paham kemerdekaan yang kemudian menyadarkan kaum koloni untuk mengubah tujuan
perjuangannya dari menentang kekerasan menjadi perjuangan mencapai kemerdekaan.
Dalam Kongres Kontinental II tahun 1775 di Philadelphia,
para wakil dari ketiga belas koloni sepakat untuk memerdekakan diri. Akhirnya
pada tanggal 4 Juli 1776 dicanangkan Declaration of Independence sebagai alasan
untuk memisahkan diri dari negeri induk Inggris. Naskah Declaration of
Independence ini disusun oleh panitia kecil yang beranggotakan lima orang,
yakni Thomas Jefferson, Benyamin Franklin, Roger Sherman,Robert Livingstone,
dan John Adams. Mereka itulah yang kemudian dikenal dengan Lima Tokoh Penyusun
Naskah Declaration of Independence. Pada tanggal 4 Juli 1776 ditandatangani
Declaration of Independence dan dijadikan hari Kemerdekaan Amerika
(Independence Day).
Sementara itu, peperangan semakin meluas hampir di
seluruh tiga belas koloni. Pada mulanya tentara Amerika yang dipimpin oleh
George Washington tersebut selalu mengalami kekalahan. Kekalahan yang dialami
oleh Amerika disebabkan oleh faktor kelemahan militer Amerika yang sebagian
besar terdiri atas kalangan sipil yang tidak memiliki pengalaman tempur. Di
samping masalah militer, Amerika juga dihadapkan pada kondisi di dalam
masyarakat yang belum seluruhnya mendukung terhadap kemerdekaan Amerika.
Beberapa golongan masyarakat yang justru umumnya berasal dari kelas menengah ke
atas masih banyak yang pro terhadap Inggris dan tidak setuju kalau Amerika
merdeka menjadi suatu negara.
Menyadari kelemahan tersebut, para pemimpin Amerika berusaha untuk menyusun strategi agar dapat mengalahkan kekuatan Inggris. Strategi yang kemudian dilakukan adalah dengan meminta dukungan terhadap negara-negara Eropa lainnya terhadap perjuangan kemerdekaan rakyat Amerika. Permintaan dukungan tersebut terutama diarahkan pada negara-negara yang memiliki konflik dengan Inggris seperti Prancis, Spanyol, Denmark, dan Belanda. Melalui dutanya yang bernama Benjamin Franklin, Amerika berhasil menyusun dukungan dari negara-negara Eropa tersebut terutama dari Prancis untuk membantu perang kemerdekaan Amerika.
Bantuan dari negara-negara Eropa sangat berarti bagi
kemerdekaan Amerika. Hal ini terbukti sejak tahun 1780, pasukan Amerika
berhasil mengalahkan pasukan Inggris di berbagai pertempuran. Walaupun daerah
Carolina, Charleston, dan Virginia sempat dikuasai oleh Inggris, akan tetapi
pada pertempuran berikutnya pasukan Inggris berhasil dikalahkan oleh pasukan
gabungan Amerika dan Prancis. Gabungan pasukan George Washington dan Rochambeau
yang berjumlah 15.000 orang berhasil mengalahkan pasukan Inggris di bawah
pimpinan Lord Cornwalis di daerah Yorktown, pantai Virginia. Akhirnya pada
tanggal 19 Oktober 1781, pasukan Cornwalis menyerah dan parlemen Inggris segera
memutuskan untuk menghentikan perang.
Pada tahun 1782, perjanjian perdamaian dimulai antara
Amerika Serikat dengan Inggris dan baru pada tanggal 3 September 1783 secara
resmi ditandatangani perjanjian perdamaian tersebut. Hasil Perjanjian Paris
tahun 1783 berisi tentang pengakuan Inggris terhadap kemerdekaan dan kedaulatan
ketiga belas koloni menjadi negara merdeka yaitu Amerika Serikat. Selain itu,
Inggris juga menyerahkan daerah bagian barat Mississippi kepada negara baru
tersebut. Sesudah peperangan berakhir, kongres Amerika kemudian mengusulkan
agar 13 negara bagian menyerahkan kembali hak milik kaum moderat/royalis yang
dulu pro terhadap Inggris yang selama peperangan disita oleh kaum milisi. Pasca
perang negara baru ini mulai berkonsentrasi untuk menyusun pemerintahan
nasional yang dapat menaungi seluruh aspirasi rakyat Amerika.
4.
Dampak
Revolusi Amerika