KERAJAAN MARITIM MASA HINDU- BUDDHA
Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Yupa atau prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa di Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalahMulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Raja-raja Kutai
1) Kudungga
Kudungga merupakan raja awal pendiri Kerajaan Kutai Martadipura dengan gelar Maharaja Kudungga Anumerta Dewawarman, yang memerintah sekitar tahun 350 Masehi atau abad ke-4 Masehi. Pada awalnya Kutai Martadipura yang dipimpin oleh Kudungga belum berkedudukan sebagai raja, melainkan sebagai pemimpin komunitas atau kepala suku. Kutai Martadipura pada masa Kudungga belum mempunyai sistem pemerintahan yang teratur dan sistematis.
2 Aswawarman
Aswawarman adalah Anak Raja Kudungga.Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah Mulawarman. Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
3. Mulawarman
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari cara penulisannya. Kundungga adalah pembesar dariKerajaan Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Budha.
Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya. Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada diKutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
2. KERAJAAN TARUMANEGARA
PETA WILAYAH KERAJAAN TARUMANEGARA
Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh RajadirajaguruJayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Prasasti yang
ditemukan
1) Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor.
2) Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
3) Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, KabupatenPandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
4) Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane; namun pada tahun 1981diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sanskerta.
5) Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6) Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka.
7) Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
8) Prasasti Telapak Gajah
9) Prasasti Jambu di daerah Bogor,
Pengaruh Kebudayaan Hindu-Buddha Terhadap Kehidupan Masyarakat Indonesia
1. Pengaruh Kebudayaan Hindu-Buddha Terhadap Kehidupan Masyarakat Indonesia
a. Bidang kepercayaan
Di bidang kepercayaan yaitu berkembangnya agama Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum masuk pengaruh India, kepercayaan yang berkembang di Indonesia masih bersifat animisme dan dinamisme. Masyarakat pada saat itu melakukan pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan kekuatan-kekuatan benda-benda pusaka tertentu serta kepercayaan pada kekuatan-kekuatan alam. Dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha, kepercayaan asli bangsa Indonesia ini kemudian berakulturasi dengan agama Hindu-Buddha. Hal ini terbukti dari beberapa upacara keagamaan Hindu-Buddha yang berkembang di Indonesia walaupun dalam beberapa hal tidak seketat atau mirip dengan tata cara keagamaan yang berkembang di India. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam tatacara pelaksanaan upacara keagamaan mengalami proses sinkretisme antara kebudayaan agama Hindu-Buddha dengan kebudayaan asli bangsa Indonesia.
b. Bidang politik dan pemerintahan
Pengaruhnya terlihat jelas dengan lahirnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu-Buddha di Indonesia tampaknya belum mengenal corak pemerintahan dengan sistem kerajaan. Sistem pemerintahan yang berlangsung masih berupa pemerintahan kesukuan yang mencakup daerah-daerah yang terbatas. Pimpinan dipegang oleh seorang kepala suku bukanlah seorang raja. Dengan masuknya pengaruh India, membawa pengaruh terhadap terbentuknya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Kerajaan bercorak Hindu antara lain Kutai, Tarumanagara, Kediri, Majapahit dan Bali, sedangkan kerajaan yang bercorak Buddha adalah Kerajaan Sriwijaya. Hal yang menarik di Indonesia adalah adanya kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha yaitu Kerajaan Mataram lama..
C. Bidang pendidikan
Hindu-Buddha membawa pengaruh bagi munculnya lembaga-lembaga pendidikan. Meskipun lembaga pendidikan tersebut masih sangat sederhana dan mempelajari satu bidang saja, yaitu keagamaan. Akan tetapi lembaga pendidikan yang berkembang pada masa Hindu-Buddha ini menjadi cikal bakal bagi lahirnya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. bukti yang menunjukkan telah berkembangnya pendidikan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, antara lain adalah:
1. Dalam catatan perjalanan I-Tsing, seorang pendeta yang berasal dari Cina, menyebutkan bahwa sebelum dia sampai ke India, dia terlebih dahulu singgah di Sriwijaya. Di Sriwijaya I-Tsing melihat begitu pesatnya pendidikan agama Buddha, sehingga dia memutuskan untuk menetap selama beberapa bulan di Sriwijaya dan menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha bersama pendeta Buddha yang ternama di Sriwijaya, yaitu Satyakirti. Bahkan I-Tsing menganjurkan kepada siapa saja yang akan pergi ke India untuk mempelajari agama Buddha untuk singgah dan mempelajari terlebih dahulu agama Buddha di Sriwijaya. Berita I-Tsing ini menunjukkan bahwa pendidikan agama Buddha di Sriwijaya sudah begitu maju dan tampaknya menjadi yang terbesar di daerah Asia Tenggara pada saat itu
2) Prasasti Nalanda yang dibuat pada sekitar pertengahan abad ke-9, dan ditemukan di India. Pada prasasti ini disebutkan bahwa raja Balaputradewa dari Suwarnabhumi (Sriwijaya) meminta pada raja Dewapaladewa agar memberikan sebidang tanah untuk pembangunan asrama yang digunakan sebagai tempat bagi para pelajar agama Buddha yang berasal dari Sriwijaya. Berdasarkan prasasti tersebut, kita bisa melihat begitu besarnya perhatian raja Sriwijaya terhadap pendidikan dan pengajaran agama Buddha di kerajaannya. Hal ini terlihat dengan dikirimkannya beberapa pelajar dari Sriwijaya untuk belajar agama Buddha langsung ke daerah kelahirannya yaitu India. Tidak mustahil bahwa sekembalinya para pelajar ini ke Sriwijaya maka mereka akan menyebarluaskan hasil pendidikannya tersebut kepada masyarakat Sriwijaya dengan jalan membentuk asrama-asrama sebagai pusat pengajaran dan pendidikan agama Buddha.
3) Catatan perjalanan I-Tsing menyebutkan bahwa pendeta Hui-Ning dari Cina pernah berangkat ke Ho-Ling (salah satu kerajaan Buddha di Jawa). Tujuannya adalah untuk bekerja sama dengan pendeta Ho-Ling yaituJnanabhadra untuk menerjemahkan bagian terakhir kitab Nirwanasutra. Dari berita ini menunjukkan bahwa di Jawa pun telah dikenal pendidikan agama Buddha yang kemudian menjadi rujukan bagi pendeta yang berasal dari daerah lain untuk bersamasama mempelajari agama dengan pendeta yang berasal dari Indonesia.
4) Pada prasasti Turun Hyang, yaitu prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Airlangga menyebutkan tentang pembuatan Sriwijaya Asrama oleh Raja Airlangga. Sriwijaya Asrama merupakan suatu tempat yang dibangun sebagai pusat pendidikan dan pengajaran keagamaan. 18. Hal ini menunjukkan besarnya perhatian Raja Airlangga terhadap pendidikan keagamaan bagi rakyatnya dengan memberikan fasilitas berupa pembuatan bangunan yang akan digunakan sebagai sarana pendidikan dan pengajaran.
5) Istilah surau yang digunakan oleh orang Islam untuk menunjuk lembaga pendidikan Islam tradisional di Minangkabau sebenarnya berasal dari pengaruh Hindu-Buddha. Surau merupakan tempat yang dibangun sebagai tempat beribadah orang Hindu-Buddha pada masa Raja Adityawarman. Pada masa itu, surau digunakan sebagai tempat berkumpul para pemuda untuk belajar ilmu agama. Pada masa Islam kebiasaan ini terus dilajutkan dengan mengganti fokus kajian dari Hindu-Buddha pada ajaran Islam.
D. Bidang sastra dan bahasa.
Dari segi bahasa, orang-orang Indonesia mengenal bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, seni sastra sangat berkembang terutama pada aman kejayaan kerajaan Kediri. Karya sastra itu antara lain,
1) Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa yang disusun pada masa pemerintahan Airlangga.
1) Bharatayudha, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh disusun pada aman kerajaan Kediri.
2) Gatotkacasraya, karya Mpu Panuluh disusun pada aman kerajaan Kediri.
3) Arjuna Wijaya dan Sutasoma, karya Mpu Tantular yang disusun pada aman kerajaan Majapahit.
4) Negarakertagama, karya Mpu Prapanca disusun pada aman kerajaan Majapahit.
5) Wretta Sancaya dan Lubdhaka, karya Mpu Tanakung yang disusun pada aman kerajaan Majapahit.
6) Bidang seni tari. Berdasarkan relief-relief yang terdapat pada candicandi, terutama candi Borobudur dan Prambanan memperlihatkan adanya bentuk tari-tarian yang berkembang sampai sekarang. Bentuk-bentuk tarian yang digambarkan dalam relief memperlihatkan jenis tarian seperti tarian perang, tuwung, bungkuk, ganding, matapukan (tari topeng). Tari-tarian tersebut tampaknya diiringi dengan gamelan yang terlihat dari relief yang memperlihatkan jenis alat gamelan yang terbatas seperti gendang, kecer, gambang, saron, kenong, beberapa macam bentuk kecapi, seruling dan gong.
7) Seni relief pada candi yang kemudian menghasilkan seni pahat. Hiasan pada candi atau sering disebut relief yang terdapat pada candi-candi di Indonesia didasarkan pada cerita-cerita epik yang berkembang dalam kesusastraan yang bercorak Hindu ataupun Buddha. Pemilihan epik sebagai hiasan relief candi dikenal pertama kali pada candi Prambanan yang dibangun pada permulaan abad ke-10. Epik yang tertera dalam relief candi Prambanan mengambil penggalan kisah yang terdapat dalam ceritaRamayana. Hiasan relief candi Penataran pada masa Kediri mengambil epik kisah Mahabharata. Sementara itu, kisah Mahabharata juga menjadi epik yang dipilih sebagai relief pada dua candi peninggalan kerajaan Majapahit, yaitu candi Tigawangi dan candi Sukuh.
8)
Seni Arca dan Patung, sebagai
akibat akulturasi budaya pemujaan arwah leluhur dengan agama Hindu-Buddha
maka beberapa keluarga raja diperdewa dalam bentuk arca yang ditempatkan di
candi makam. Arcaarca dewa tersebut dipercaya merupakan lambang keluarga raja
yang dicandikan dan tidak mustahil termasuk di dalamnya kepribadian dan watak
dari keluarga raja tersebut. Oleh karena itu, arca dewa tersebut sering
diidentikkan dengan arca keluarga raja. Seni arca yang berkembang di Indonesia
memperlihatkan unsur kepribadian dan budaya lokal, sehingga bukan
merupakan bentuk peniruan dari India. Beberapa contoh raja yang diarcakan
adalah RajaRajasa yang diperdewa sebagai Siwa di candi makam
Kagenengan, RajaAnusapati sebagai Siwa di candi makam Kidal,
Raja Wisnuwardhana sebagaiBuddha di candi makam Tumpang.
Raja Kertanegara sebagai Wairocana Locana di candi makam
Segala dan Raja Kertarajasa Jayawardhana sebagai Harihara di candi
makam Simping.
Patung-patung dewa dalam agama Hindu yang merupakan peninggalan sejarah di
Indonesia, antara lain:
9) Arca batu Brahma
10) Arca perunggu Siwa Mahadewa.
11) Arca batu Wisnu.
12) Arca-arca di Prambanan, di antaranya arca Lorojongrang.
13) Arca perwujudan Tribhuwanatunggadewi di Jawa Timur.
14) Arca Ganesa, yaitu dewa yang berkepala gajah sebagai dewa ilmu pengetahuan
15) Seni pertunjukan, terutama seni wayang sampai sekarang merupakan salah satu bentuk seni yang masih populer di kalangan masyarakat Indonesia. Seni wayang beragam bentuknya seperti wayang kulit, wayang golek, dan wayang orang. Seni pertunjukan wayang tampaknya telah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak aman prasejarah.
16) Bidang seni bangunan merupakan salah satu peninggalan budaya Hindu-Buddha di Indonesia yang sangat menonjol antara lain berupa candi dan stupa. Selain itu, terdapat pula beberapa bangunan lain yang berkaitan erat dengan kehidupan keagamaan, seperti: ulan dan satra merupakan semacam pesanggrahan atau tempat bermalam para pe iarah; sima adalah daerah perdikan yang berkewajiban memelihara bangunan suci di suatu daerah; patapan adalah tempat melakukan tapa; sambasambaran yang berarti tempat persembahan; meru merupakan bangunan berbentuk tumpang yang melambangkan gunung Mahameru sebagai tempat tinggal dewadewa agama Hindu.
KERAJAAN HINDU -BUDDHA DAN ISLAM DI INDONESIA
MATERI PERKENALAN
BAB I
KERJAAN HINDU BUDHA DAN ISLAM
DI INDONESIA
Kompetensi dasar : 3.1
Menganalisis sistem pemerintahan,
sosial, ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada masa
kerajaan-kerajaan besar Hindu-Buddha yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.
3.2
Menganalisis sistem pemerintahan,
sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa kerajaan-kerajaan besar Islam di
Indonesia yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini. 4.1
Menyajikan warisan sistem
pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa kerajaan-kerajaan besar Hindu-Buddha yang
berpengaruh pada kehidupan
masyarakat Indonesia masa kini, dalam bentuk tulisan dan media lain. 4.2
Menyajikan hasil identifikasi warisan sistem
pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia pada
masa kerajaan-kerajaan besar Islam
di Indonesia yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat Indonesia masa
kini, dalam bentuk tulisan dan media lain. |
A.
Sekilas
Tentang Hindu, Buddha dan Islam di Indonesia
1. Agama Hindu
Agama Hindu berasal dari India. Agama ini merupakan perpaduan antara agama yang dianut oleh bangsa Arya dan bangsa Dravida. Bangsa Arya yang berasal dari Asia Tengah berhasil mendesak bangsa asli India, Dravida. Terjadi pembauran antara bangsa Arya dan bangsa Dravida yang selanjutnya menurunkan generasi yang disebut bangsa Hindu. Kata hindu berasal dari kata sindhu (bahasa Sanskerta) yang berarti sungai. Kata ini mengacu pada Sungai Indus yang menjadi sumber air bagi kehidupan di sekitarnya. Sumber ajaran agama Hindu terdapat dalam kitab suci Weda (terdiri atas empat kitab), Brahmana (merupakan tafsir dari kitab Weda), dan Upanisad (memuat dasardasar filsafat hubungan antara manusia dan TUHAN). Kata weda berasal dari kata vid artinya tahu. Weda atau veda berarti pengetahuan suci. Kitab ini ditulis ketika bangsa Arya menduduki Punjam, 3.000 tahun sebelum Masehi.
Dewa-dewa utama dalam ajaran Hindu ialah Dewa Trimurti (kesatuan dari tiga dewa). Ketiga dewa tersebut ialah:
a. Dewa Brahma. Brahma bertugas menciptakan alam semesta dan mengatur segala peristiwa di dunia. Kendaraannya berupa angsa.
b. Dewa Wisnu. Wisnu bertugas memelihara alam semesta. Kendaraannya berupa seekor burung garuda.
c. Dewa Syiwa. Syiwa bertugas sebagai perusak semua yang tidak lagi berguna di alam.
Pemujaan terhadap para dewa dipimpin oleh seorang pendeta yang disebut brahmana. Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:
a. Widhi Tattwa: percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
b. Atma Tattwa: percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
c. Karmaphala Tattwa: percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan.
d. Punarbhawa Tattwa: percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
e. Moksa Tattwa: percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia.
Dalam masyarakat Hindu, dikenal lima kasta atau kelas, yaitu:
a. Brahmana: terdiri atas pemimpin agama atau pendeta
b. Ksatria: terdiri atas para bangsawan, raja dan keturunannya, serta prajuritprajuritnya
c. Waisya: terdiri atas pengusaha dan pedagang
d. Sudra: terdiri atas para petani dan pekerja kasar
e. Paria: terdiri atas gelandangan (orang yang haram untuk disentuh)
Tempat suci umat Hindu antara lain kota Benares yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya Dewa Syiwa. Sungai Gangga dianggap keramat dan suci karena air Sungai Gangga dianggap dapat mensucikan abu jenazah yang dibuang ke dalamnya. Hari raya umat Hindu ialah Galungan, Kuningan, Saraswati, Pagerwesi, Nyepi, dan Siwaratri.
2. Agama Buddha
Agama Buddha juga berasal dari India. Agama ini timbul sebagai reaksi masyarakat terhadap peran kaum Brahmana yang dianggap terlalu berlebihan dalam menjalankan tugas dan fungsi mereka. Agama ini didasarkan pada ajaran Sidharta Gautama. Sidharta Gautama digelari Sang Buddha (orang yang mendapat pencerahan) karena ia mendapat penerangan yang sempurna setelah bertapa di tengah hutan.
Agama Buddha tidak mengakui pembagian kasta dalam
masyarakat. Menurut ajaran Buddha, setiap orang punya hak dan kesempatan yang
sama untuk mencapai kesempurnaan asalkan ia mampu mengendalikan dirinya
sehingga bebas dari samsara. Penderitaan dapat dihentikan dengan cara menindas
trisna (nafsu).
Nafsu dapat ditindas melalui delapan jalan (astavidha), yaitu pandangan
(ajaran) yang benar, niat atau sikap yang benar, berbicara yang benar, berbuat
atau bertingkah laku yang benar, penghidupan yang benar, berusaha yang benar,
memerhatikan hal-hal yang benar, dan bersemedi yang benar. Pemeluk agama Buddha
wajib melaksanakan tiga ikrar (Tri Ratna), yaitu: berlindung kepada Buddha,
berlindung kepada Dharma (ajaran) agama Buddha, dan berlindung kepada Sanggha
(perkumpulan) masyarakat pemeluk agama Buddha. Kitab suci agama Buddha ialah
Tripitaka (Tiga Keranjang) yang terdiri atas Vinayapitaka (berisi tentang
bermacam-macam aturan hidup dan hukum penentu cara hidup pemeluknya),
Sutrantapitaka (berisi tentang pokok-pokok wejangan Sang Buddha), dan
Abdhidharmapitaka (berisi tentang penjelasan dan kupasan mengenai sosial
beragama atau falsafah agama). Umat Buddha merayakan Hari Raya Triwaisak, yang
merupakan peringatan kelahiran, menerima bodhi, dan wafatnya Sang Buddha yang
bertepatan dengan saat bulan purnama pada bulan Mei.
Agama Buddha terbagi atas dua aliran. Pertama, Mahayana yang mengajarkan bahwa untuk mencapai Nirwana, setiap orang harus mengembangkan sikap kebijaksanaan dan sifat welas asih. Kedua, Hinayana yang mengajarkan bahwa untuk mencapai Nirwana, sangat bergantung pada usaha diri melakukan meditasi. Agama Buddha mencapai puncak kejayaannya pada zaman kekuasaan Raja Asoka (273-232 SM) yang menetapkan agama Buddha sebagai agama resmi negara. Tempat-tempat suci umat Buddha antara lain Bodh-Gaya, tempat bersemedi Sidharta Gautama.
Teori Masuknya Hindu-Buddha
ke Indonesia
a. Teori Brahmana
Teori ini mengatakan bahwa kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh para kaum brahmana. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa di Nusantara untuk mengajarkan agama kepada raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Tokoh yang mengemukakan pendapat tersebut adalah J.C. Van Leur. Ia perpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia di bawa oleh kaum brahmana, karena hanya kaum brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Pendapatnya ini juga berdasarkan pada pengamatannya terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia, terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa,dimana bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa itu hanya dimengerti oleh para brahmana.
b. Teori Ksatria
Teori ini mengatakan bahwa kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh para kaum Ksatria atau para prajurit. Tokoh yang mengemukakan pendapat tersebut adalah F.D.K. Bosch. Menurut Teori ksatria, jaman dulu di India sering terjadi perang. Kemudian para prajurit yang kalah banyak yang pergi meninggalkan India. Banyak diantara mereka pergi ke wilayah nusantara. Mereka inilah yang kemudian menyebarkan agama dan kebudayaan hindu di wilayah nusantara. .
c. Teori Waisya
Teori ini mengatakan bahwa agama Hindu yang masuk ke Indonesia di bawa oleh para pedagang India yang berdagang di Indonesia dan kemudian mengajarkan ajaran agama Hindu kependuduk setempat. Tokoh yang mengemukakan pendapat tersebut adalah N.J. Krom. Menurut NJ. Krom, proses terjadinya hubungan antara India dan Indonesia karena adanya hubungan perdagangan, sehingga orang-orang India yang datang ke Indonesia sebagian besar adalah para pedagang. Perdagangan yang terjadi pada saat itu menggunakan jalur laut dan teknologi perkapalan yang masih banyak tergantung pada angin musim.Hal ini mengakibatkan dalam proses tersebut, para pedagang India harus menetap dalam kurun waktu tertentu sampai datangnya angin musim yang memungkinkan mereka untuk melanjutkan perjalanan. Selama mereka menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Mulai dari sini pengaruh kebudayaan Hindu menyebar dan menyerap dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
d. Teori Sudra
Teori ini mengatakan bahwa kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh para kaum sudra,dalam hal ini adalah kaum-kaum terbawah. Tokoh yang mengemukakan pendapat tersebut adalah Von Van Faber. Von Van Faber ini menyatakan bahwa penyebaran agama hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India yang berkasta sudra. Alasannya karena mereka dianggap sebagai orang-orang buangan dan hanya hidup sebagai budak sehingga mereka datang ke Indonesia dengan tujuan untuk mengubah kehidupannya.
e. Teori Arus Balik
Teori ini mengatakan bahwa agama Hindu yang masuk ke Indonesia dibawa oleh para pelajar (orang Indonesia) yang belajar atau mendalami agama Hindu di India kemudian setelah mereka menempuh pendidikan. Lalu mereka pulang dan mengajarkan (menyebarluaskan) ajaran Hindu kepada penduduk setempat.Teori ini di kemukakan oleh F.D.K Bosch. Ia mengemukakan peranan bangsa Indonesia sendiri dalam penyebaran dan pengembangan agama hindu. Penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh kaum terdidik. Akibat interaksinya dengan para pedagang India, di Indonesia terbentuk masyarakat Hindu terdidik yang di kenal dengan sangha. Mereka giat mempelajari bahasa Sanskerta, kitab suci, sastra, dan budaya tulis. Mereka kemudian memperdalam agama dan kebudayaan Hindu di India. Sekembalinya ke Indonesia mereka mengembangkan agama dan kebudayaan tersebut. Hal ini bisa diliat dari peninggalan dan budaya yang memiliki corak keindonesiaan.
Proklamasi Kemerdekaan dan Pembentukan perangkat Kenegaraan
Dampak Positif dan Negatif Pendudukan Jepang di Indonesia
Masa Pendudukan Jepang di Indonesia adalah masa yang sangat berpengaruh bagi perkembangan Indonesia, selain itu hampir tidak adanya tantangan yang berarti kepada Belanda sebelumnya. Dalam masanya yang singkat itu, Jepang membawa dampak yang positif dan juga membawa dampak yang negatif bagi bangsa Indonesia pada umumnya. Pada umumnya kebanyakan beranggapan masa pendudukan Jepang adalah masa-masa yang kelam dan penuh penderitaan. Akan tetapi tidak semuanya itu benar, ada beberapa kebijakan pemerintah pendudukan Jepang yang memberikan dampak positif, terutama dalam pembentukan nasionalisme Indonesia dan pelatihan militer bagi pemuda Indonesia.
1.
Dampak Positif Pendudukan Jepang
Tidak banyak yang mengetahui tentang dampak positifnya Jepang menduduki Indonesia. Ada pun dampak positif yang dapat dihadirkan antara lain :
·
Diperbolehkannya bahasa Indonesia untuk menjadi
bahasa komunikasi nasional dan menyebabkan bahasa Indonesia mengukuhkan diri
sebagai bahasa nasional.
·
Jepang mendukung semangat anti-Belanda,
sehingga mau tak mau ikut mendukung semangat nasionalisme Indonesia. Antara
lain menolak pengaruh-pengaruh Belanda, misalnya perubahan nama Batavia menjadi Jakarta.
·
Untuk mendapatkan dukungan rakyat
Indonesia, Jepang mendekati pemimpin nasional Indonesia seperti Soekarno dengan
harapan agar Soekarno mau membantu Jepang memobilisasi rakyat Indonesia.
Pengakuan Jepang ini mengukuhkan posisi para pemimpin nasional Indonesia dan
memberikan mereka kesempatan memimpin rakyatnya.
·
Dalam bidang ekonomi didirikannya kumyai
yaitu koperasi yang bertujuan untuk kepentingan bersama.
·
Mendirikan sekolah-sekolah seperti SD 6
tahun, SMP 9
tahun, dan SLTA
·
Pembentukan strata masyarakat hingga
tingkat paling bawah yaitu rukun tetangga (RT) atau Tonarigumi
·
Diperkenalkan suatu sistem baru bagi
pertanian yaitu line system (sistem pengaturan bercocok tanam
secara efisien) yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan.
·
Dibentuknya BPUPKI dan PPKI untuk
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Dari sini muncullah ide Pancasila.
·
Jepang dengan terprogram melatih dan
mempersenjatai pemuda-pemuda Indonesia demi kepentingan Jepang pada awalnya.
Namun oleh pemuda hal ini dijadikan modal untuk berperang yang dikemudian hari
digunakan untuk menghadapi kembalinya pemerintah kolonial Belanda.
·
Dalam pendidikan dikenalkannya sistem
Nipon-sentris dan diperkenalkannya kegiatan upacara dalam sekolah.
2.
Dampak Negatif Pendudukan Jepang
Selain dampak positifnya tadi diatas, Jepang juga membawa dampak negatif yang luar biasa antara lain :
·
Penghapusan semua organisasi politik dan
pranata sosial warisan Hindia Belanda yang sebenarnya banyak diantaranya yang
bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, dan kesejahteraan
warga.
·
Romusha,
mobilisasi rakyat Indonesia (terutama warga Jawa) untuk kerja paksa dalam
kondisi yang tidak manusiawi.
·
Penghimpunan segala sumber daya seperti
sandang, pangan, logam, dan minyak demi kepentingan perang. Akibatnya beras dan
berbagai bahan pangan petani dirampas Jepang sehingga banyak rakyat yang
menderita kelaparan.
·
Krisis ekonomi yang sangat parah. Hal
ini karena dicetaknnya uang pendudukan secara besar-besaran sehingga
menyebabkan terjadinya inflasi.
·
Kebijakan self sufficiency (kawasan
mandiri) yang menyebabkan terputusnya hubungan ekonomi antar daerah.
·
Kebijakan fasis pemerintah militer
Jepang yang menyebar polisi khusus dan intelijen di kalangan rakyat sehingga
menimbulkan ketakutan. Pemerintah Jepang bebas melanggar hak asasi manusia
dengan menginterogasi, menangkap, bahkan menghukum mati siapa saja yang dicurigai
atau dituduh sebagai mata-mata atau anti-Jepang tanpa proses pegadilan.
·
Pembatasan pers sehingga tidak ada pers
yang independen, semuanya di bawah pengawasan Jepang.
·
Terjadinya kekacauan situasi dan kondisi
keamanan yang parah seperti maraknya perampokan, pemerkosaan dan lain-lain.
·
Pelarangan terhadap buku-buku berbahasa
Belanda dan Inggris yang menyebabkan pendidikan yang lebih tinggi terasa
mustahil.
·
Banyak guru-guru yang dipekerjakan
sebagai pejabat-pejabat pada masa itu yang menyebabkan kemunduran standar
pendidikan secara tajam
Keterkaitan Piagam PBB Dengan Proklamasi
Piagam PBB adalah konstitusi PBB yang ditandatangani di San Francisco pada 26 Juni 1945 oleh kelima puluh anggota asli PBB. Piagam ini mulai berlaku pada 24 Oktober 1945setelah diratifikasi oleh lima anggota pendirinya—Republik Tiongkok, Perancis, Uni Soviet, Britania Raya, Amerika Serikat—dan mayoritas penanda tangan lainnya. Sebagai sebuah Piagam ia adalah sebuah perjanjian konstituen, dan seluruh penanda tangan terikat dengan isinya. Selain itu, Piagam tersebut juga secara eksplisit menyatakan bahwa Piagam PBB mempunyai kuasa melebihi seluruh perjanjian lainnya. Ia diratifikasi oleh Amerika Serikat pada 8 Agustus 1945, yang membuatnya menjadi negara pertama yang bergabung dengan PBB.
Piagam PBB adalah hukum dasar yang mengikat setiap anggotanya untuk turut menjaga perdamaian dunia. Dalam piagam ini setiap anggota diwajibkan menjalin kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya serta menjunjung tinggi hak masing masing anggota dan melarang penguasaan atas bangsa lain. Hubungan kerja sama ini dimaksudkan agar di antara masing masing anggota dapat membantu menyelesaikan masalah internasional dengan lebih cepat dan efektif tanpa merugikan salah satu pihak.
Proklamasi kemrdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 menegaskan bahwa bangsa Indonesia telah memenuhi syarat sebagai sebuah negara yang merdeka sesuai dengan isi konvensi Montevideo yaitu ada wilayah, rakyat, dan pemerintah yang berdaulat. Pernyataan kemerdekaan ini juga diilhami dari semangat piagam Atlantik yang dicetuskan oleh Franklin Delano Roossevelt. Indonesia resmi menjadi anggota PBB ke 60 pada tanggal 28 September 1950. Sesuai dengan isi piagam PBB sebagai negara yang telah merdeka Indonesia juga berhak mendapat perlindungan dari sesama Anggota PBB, pun demikian Indonesia juga wajib dalam menjaga perdamaian dunia sesuai dengan tujuan pokok PBB. Tanggungjawab Indonesia tersebut tertuang dalam pembukaan UUD yang di bawah ini.
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."
"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."
"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
A. Pembentukan Alat – Alat Negara
1.
Pembentukan Komi Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan perkembangan parlemen
Pada tanggal 22 Agustus 1945, PPKI kembali mengadakan
persidangan. Persidangan tersebut membicarakan rencana pembentukan Komite
Nasional, Partai Nasional Indonesia, dan Badan Keamanan Rakyat. Komite Nasional
dibentuk di seluruh Indonesia dan berpusat di Jakarta.
Komite Nasional dimaksudkan sebagai penjelmaan tujuan
dan cita-cita bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia
yang berdasarkan kedaulatan rakyat. KNIP diresmikan dan anggotanya dilantik
pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian (Gedung Komedi), Pasar Baru,
Jakarta. Dalam persidangan pertamanya, KNIP berhasil menyusun staf pimpinan
sebagai berikut:
a.
Ketua Mr. Kasman Singodimejo
b.
Wakil Ketua I Sutarjo Kartohadikusumo
c.
Wakil Ketua II J. Latuharhary
d.
Wakil Ketua III Adam Malik
Sementara itu, masalah Partai Nasional Indonesia ditunda
pembentukannya dengan maklumat tanggal 31 Agustus 1945. Penundaan disebabkan
segala kegiatan pemerintah dicurahkan ke dalam Komite Nasional. Sejak saat itu
gagasan satu partai ini tidak pernah dihidupkan lagi. Partai Nasional Indonesia
pada waktu itu diharapkan menjadi satu-satunya partai politik di Indonesia tidak
terealisir karena tidak mencerminkan pemerintahan yang Demokrasi
Dalam perkembangannya, kelompok pemuda yang dipimpin
oleh Syahrir merasa tidak puas terhadap sistem kabinet presidensial sehingga
berusaha memengaruhi para anggota KNIP lainnya untuk mengajukan petisi kepada
Sukarno-Hatta. Isi petisi itu berupa tuntutan pemberian status Majelis
Permusyawaratan Rakyat kepada KNIP. Dengan adanya petisi itu, KNIP mengadakan
rapat pleno pada tanggal 16 Oktober 1945.
Atas desakan sidang KNIP tersebut, Drs. Mohammad Hatta
mengeluarkan Maklumat Nomor X Tahun 1945 yang menetapkan bahwa Komite Nasional
Pusat sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif. Selain itu,
KNIP ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, serta menyetujui bahwa
pekerjaan KNIP sehari-hari sehubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh
sebuah badan pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab kepada
Komite Nasional Indonesia Pusat.
Badan Pekerja KNIP akhirnya dibentuk dan diketuai oleh
Sutan Syahrir dan wakilnya Amir Syarifuddin. Dalam pemikiran saat itu, KNIP
diartikan sebagai pengganti MPR. Sementara itu, Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP)
disamakan dengan DPR. Badan Pekerja KNIP dalam kegiatannya mengusulkan kepada
pemerintah untuk segera membentuk partai-partai politik. Usul itu dituangkan
dalam pengumuman BP-KNIP Nomor III Tanggal 30 Oktober 1945 yang ditandatangani
oleh Ketua BP-KNIP, Sutan Syahrir. Usul BP-KNIP dikeluarkan dengan pertimbangan
sebagai berikut:
·
Roda pemerintahan telah berputar sehingga BP-KNIP
merasa telah tiba saatnya untuk mengusahakan pergerakan rakyat.
·
Dalam rangka asas demokrasi, BP-KNIP tidak sependapat
dengan PPKI tentang penetapan PNI sebagai partai tunggal di Indonesia.
Karena usulan BP-KNIP tentang dibentuknya partai-partai politik, pemerintah
kemudian mengeluarkan Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945 yang
ditandatangani oleh Wakil Presiden RI. Isi Maklumat Pemerintah Tanggal 3
November 1945 intinya sebagai berikut:
·
Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik
karena dengan adanya partai-partai politik itu, segala aliran yang ada dalam
masyarakat dapat dipimpin ke jalan yang teratur.
·
Pemerintah berharap supaya partai-partai politik itu
telah tersusun sebelum dilang-sungkan pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat
pada bulan Januari 1945.
Sejak dikeluarkan Maklumat Pemerintah tersebut, banyak
partai politik yang berdiri di Indonesia, di antaranya sebagai berikut:
a.
Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), 7 November
1945;
b.
Partai Komunis Indonesia (PKI), 7 Desember 1945;
c.
Partai Buruh Indonesia (PBI) , 8 Novem-ber 1945;
d.
Partai Rakyat Jelata, 8 November 1945;
e.
Partai Kristen Indonesia (Parkindo), 10 November
1945;
f.
Partai Sosialis Indonesia (PSI), 10 No-vember
1945;
g.
Partai Rakyat Sosialis (PRS), 20 November 1945; Pada
tanggal 12 Desember 1945, PSI dan PRS bergabung dengan nama Partai
Sosialis.
h.
Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI), 8 Desember
1945;
i.
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai), 17
Desember 1945; Partai Nasional Indonesia (PNI) 29 Januari 1946.
PNI merupakan fungsi (gabungan) dari Partai Rakyat
Indonesia, Gerakan Rakyat Indonesia, dan Serikat Rakyat Indonesia. Dalam
perkembangan selanjutnya, keadaan politik menjadi tidak stabil. BP-KNIP telah
banyak dikuasai oleh kelompok Sutan Syahrir.
Pada tanggal 11 November 1945, BP-KNIP mengeluarkan
Pengumuman Nomor 5 tentang Peralihan Pertanggung-jawaban Menteri-Menteri dari
Presiden kepada BP-KNIP. Ini berarti sistem kabinet presidensial dalam UUD 1945
telah diamandemen begitu saja menjadi sistem kabinet parlementer.
Hal ini terbukti setelah BP-KNIP mencalonkan Sutan
Syahrir sebagai perdana menteri. Akhirnya, kabinet presidensial Sukarno-Hatta
jatuh dan digantikan oleh kabinet parlementer dengan Sutan Syahrir sebagai
perdana menteri pertama.
2. Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Badan Keamanan Rakyat (atau biasa
disingkat BKR) adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan tugas
pemeliharaan keamanan bersama-sama dengan rakyat dan jawatan-jawatan
negara. BKR dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI dalam sidangnya pada tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 23 Agustus 1945.[2]
Pembentukan BKR merupakan perubahan dari hasil sidang
PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 yang sebelumnya merencanakan pembentukan tentara
kebangsaan. Perubahan tersebut akhirnya diputuskan pada tanggal 22 Agustus 1945
untuk tidak membentuk tentara kebangsaan. Keputusan ini dilandasi oleh berbagai
pertimbangan politik.
Para pemimpin pada waktu itu memilih untuk lebih
menempuh cara diplomasi untuk memperoleh pengakuan terhadap kemerdakaan yang
baru saja diproklamasikan. Tentara pendudukan Jepang yang masih bersenjata lengkap
dengan mental yang sedang jatuh karena kalah perang, menjadi salah satu
pertimbangan juga, untuk menghindari bentrokan apabila langsung dibentuk sebuah
tentara kebangsaan.
Anggota BKR saat itu adalah para pemuda Indonesia yang
sebelumnya telah mendapat pendidikan militer sebagai tentara Heiho, Pembela Tanah Air (PETA), KNIL dan lain sebagainya. BKR tingkat pusat yang
bermarkas di Jakarta dipimpin oleh Moefreni Moekmin. Melalui Maklumat
Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
dan setelah mengalami beberapa kali perubahan nama akhirnya menjadi Tentara
Nasional Indonesia.
a. Latar
belakang
Pada tanggal 19 Agustus 1945 dalam sidang PPKI, dua orang anggota PPKI yaitu Abikoesno Tjokrosoejoso dan Otto Iskandardinata mengusulkan
untuk dibentuk sebuah badan pembelaan negara. Namum usul tersebut ditolak
dengan alasan dapat memancing bentrokan dengan tentara pendudukan Jepang yang
masih bersenjata lengkap serta mengundang intervensi tentara sekutu yang akan
melucuti senjata tentara Jepang. Alasan tersebut didasari karena pada saat
itu Perang Pasifik baru saja usai setelah Jepangmenyerah kepada sekutu. Tentara
Jepang yang jumlahnya mencapai 344.000 di seluruh Indonesia mentalnya
sangat terpukul karena kalah perang. Dengan keadaan mental yang tidak stabil
mereka diberi tugas oleh tentara sekutu untuk menjaga keamanan di Indonesia,
sampai sekutu datang.
Pada tanggal 20 Agustus 1945 didirikan Badan Penolong
Keluarga Korban Perang (BPKKP) dan pada tanggal 22 Agustus 1945 dibentuk Badan
Keamanaan Rakyat (BKR) yang merupakan bagian dari BPKKP yang semula bernama
Badan Pembantu Prajurit dan kemudian menjadi Badan Pembantu Pembelaan (BPP).
BPP sudah ada dalam zaman Jepang dan bertugas memelihara kesejahteraan
anggota-anggota tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan Heiho. Sebelumnya pada tanggal 18
Agustus 1945 Jepang membubarkan PETA dan Heiho. Tugas untuk menampung bekas
anggota PETA dan Heiho ditangani oleh BPKKP.
b. Pembentukan
Presiden Soekarno pada tanggal 23 Agustus 1945
mengumumkan dibentuknya BKR. Presiden berpidato dengan mengajak para
sukarelawan pemuda, bekas PETA, Heiho, dan Kaigun untuk berkumpul pada tanggal
24 Agustus 1945 di daerahnya masing-masing.
Di Jakarta, para pemuda dan bekas PETA
berhasil merumuskan struktur BKR sesuai dengan struktur teritorial zaman
pendudukan Jepang. Para pemuda ini menamakan dirinya sebagai pengurus BKR
tingkat pusat yang terdiri dari Kaprawi, Sutaklasana, Latief Hendraningrat,
Arifin Abdurrachman, Machmud dan Zulkifli Lubis.
Sementara itu pembentukan BKR di luar Jakarta
dipelopori oleh Arudji Kartawinata (Jawa Barat), Drg Mustopo (Jawa Timur), dan Soedirman (Jawa Tengah). Disamping BKR unsur darat, juga
dibentuk BKR Laut yang dipelopori oleh bekas murid dan guru dari Sekolah
Pelayaran Tinggi dan para pelaut dari Jawatan Pelayaran yang terdiri dari Mas Pardi, Adam, RE Martadinata dan R
Suryadi. Khusus di Jawa Barat, Hidayat dan Kartakusumah sebagai
bekas perwira KNIL bergabung dan memimpin BKR Balai Besar Kereta Api Bandung
dan stasiun kereta api yang lain.
Karena keterbatasan sarana komunikasi saat itu, tidak
semua daerah di Indonesia mengetahui pembentukan BKR. Di Sumatera bagian timur
dan Aceh, tidak
pernah terbentuk BKR. Tetapi umumnya para pemuda-pemuda di daerah tersebut,
membentuk organisasi yang kelak menjadi inti pembentukan tentara. Di Aceh para
pemuda mendirikan Angkatan Pemuda Indonesia (API), dan para pemuda di Palembang membentuk Penjaga Keamanan
Rakyat (PKR) atau Badan Penjaga Keamanan Rakyat (BPKR).
Para pemuda yang tidak setuju pembentukan BKR,
membentuk badan-badan perjuangan sendiri. Di Bandung terdapat Persatuan Pemuda
Pelajar Indonesia (P3I), di Surabaya terdapat Angkatan Muda Indonesia (AMI), di
Padang terdapat Balai Penerangan Pemuda Indonesia (BPPI) dan di Kalimantan Selatan terdapat
Barisan Pemuda Republik Indonesia (BPRI).
c. Pembentukan
BKR darat
Pada tanggal 29 Agustus 1945 Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) terbentuk dan disahkan
oleh pemerintah. Kemudian KNIP mengesahkan berdirinya BKR Pusat yang ada di
Jakarta. BKR Jakarta dipimpin oleh Moefreni Moekmin dibantu oleh Priyatna,
Soeroto Koento, Daan Yahya, Daan Mogot, Sujono dan Latief Hendraningrat. Di Bogor BKR baru terbentuk pada bulan
Oktober 1945 yang dipelopori oleh bekas PETA salah satunya adalah Husein Sastranegara dan
Ibrahim Adjie.
Di Karesidenan Priangan BKR dibentuk pada tanggal 28
Agustus 1945 dan dipimpin oleh Arudji Kartawinata (bekas
Daidan PETA di Cimahi) dan Pardjaman (bekas Daidan PETA di Bandung). Pembentukan BKR di Karesidenan
Priangan lalu diikuti oleh pembentukan BKR Garut, Tasikmalaya, Ciamis,
Majalengka, dan Purwakarta. BKR Lembang dipimpin oleh Amir Machmud sedangkan
BKR Sumedang dipimpin
oleh Umar Wirahadikusumah.
Pembentukan BKR juga terjadi di daerah lain di
Indonesia. Di Jawa Tengah, BKR Purwokerto dipimpin oleh Soedirman, sementara di Surakarta BKR dipimpin oleh GPH Djatikusumo. Di Surabaya pada tanggal 24 Agustus 1945,
diadakan rapat untuk membentuk BKR yang dihadiri oleh dr.Moestopo, Jonosewojo,
Soengkono, dan Bung Tomo. Hasil rapat memutuskan untuk
memanggil para bekas anggota PETA, Heiho dan para pemuda lainnya
untuk masuk menjadi anggota BKR pada tanggal 10 September 1945.
d. Pembentukan
BKR laut
Pengumuman pembentukan BKR juga disambut antusias oleh
para pemuda yang bertugas di bidang kelautan, bekas Kaigun Heiho,
karyawan Jawa Unko Kaisha dan para siswa dan guru dari Sekolah
Pelayaran Tinggi. Mereka mengambil insiatif untuk menjaga ketertiban dan
keamanan di setiap pelabuhan.
Dengan dipelopori oleh Mas Pardi, para pemuda tersebut mengadakan
pertemuan-pertemuan. Hasil dari pertemuan-pertemuan tersebut pada tanggal 10
September 1945 terbentuk BKR Laut Pusat yang dipimpin oleh Mas Pardi dan
kemudian disahkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat.
Setelah mendapat pengesahan lalu dibentuk
pasukan-pasukan BKR Laut yang memulai aksi-aksi mengambil alih gedung Jawa
Unko Kaisha dan gedung-gedung yang terdapat di Pelabuhan Tanjung Priuk. BKR Laut Pusat juga mengeluarkan
berbagai instruksi kepada para pemuda pelaut di daerah untuk segera membentuk
BKR Laut di daerahnya masing-masing.
e. Pembentukan
BKR udara
Pembentukan BKR udara dipelopori oleh bekas anggota
penerbangan Belanda dan Jepang yang ada di daerah-daerah pangkalan udara dan
dibantu oleh para pemuda yang belum pernah bertugas di bidang penerbangan.
Umumnya bekas anggota penerbangan Belanda adalah bekas anggota Militaire Luchtvaart (ML), Marine-Luchtvaartdienst (MLD) dan Vrijwillig Vliegers
Corps (bahasa Indonesia: Korps Penerbang Sukarela).
Selain itu terdapat juga bekas anggota penerbangan Jepang Rikugun Koku
Butai, Kaigun Koku Butai, dan Nanpo Koku Kabusyiki.